DEGRADASI LAHAN DI INDONESIA
1.
Penggunaan
Lahan
Pembangunan di Indonesia
berjalan semakin cepat seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan
kondisi perekonomian yang kian membaik. Hal ini turut berpengaruh pada
komposisi penggunaan lahan untuk beberapa
sektor pembangunan. Pemanfaatan tanah dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu pemanfaatan
untuk pertanian dan nonpertanian.
Tingginya
pertumbuhan penduduk Indonesia di daerah
perkotaan dalam kurun waktu tahun 1920 - 1980, menurut Bintarto dan Surastopo menyebabkan
jumlah penduduk perkotaan meningkat 11 kali
lipat, yaitu dari 2,8 juta hingga mencapai
33 juta jiwa. Pada
tingkat tertentu kota tidak
mampu lagi menampung beban penduduk
yang besar. Gejala urban sprawl (penjarahan wilayah terbangun
hingga melewati batas administratif kota) dan konurbasi (penyatuan beberapa kota) merupakan akibat dari tingginya
pertumbuhan penduduk kota. Dalam kurun waktu tahun 1980 - 1985 wilayah
perkotaan di Indonesia telah bertambah sebesar 370.000 hektar. Akibatnya tentu berpengaruh pada daerah nonperkotaan.
Pada periode tahun 1985 - 2005, diperkirakan luas lahan pertanian di Pulau Jawa
akan berkurang sebesar 10%.
Pembangunan yang cepat
membawa perubahan situasi lingkungan perkotaan.
Di beberapa tempat dijumpai gedung-gedung baru yang dibangun tanpa mengindahkan
rencana peruntukan lahan. Kawasan yang
seharusnya digunakan bagi
kegiatan pemukiman kini banyak
berubah menjadi kawasan perkantoran, pendidikan, dan perdagangan.
Akibatnya, timbul beberapa masalah
lingkungan, seperti kebisingan, makin
berkurangnya ruang terbuka, kemacetan lalu
lintas, dan meningkatnya
kadar pencemaran udara.
Perubahan penggunaan lahan juga terjadi
di wilayah nonurban.
Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah pedesaan
saat ini sekitar
75% dari total jumlah penduduk Indonesia. Akibat tekanan penduduk kota yang tinggi,
banyak areal pertanian yang subur di pedesaan
berubah fungsi menjadi pemukiman
baru, kawasan industri, prasarana jalan,
dan bendungan.
Memasuki dasawarsa 90-an,
penduduk di Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan sudah mencapai 26%.
Misalnya: kota Jakarta saat ini dengan penduduk >10 juta jiwa mempunyai tingkat
pertumbuhan lebih dari 5% per tahun. Pada tahun 2005 Jakarta menduduki
peringkat ketujuh kota terpadat penduduknya di dunia. Pertumbuhan yang demikian
pesat tersebut akan meluas ke wilayah sekitarnya antara lain Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Daerah
perkotaan yang banyak industrinya banyak didatangi para pendatang dari desa
untuk mencari pekerjaan. Makin banyaknya industri dan arus pendatang, lahan pertanian kota berubah menjadi
tempat pemukiman dan areal industri.
2.
Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Apabila dikelola, produksi lahan kritis sangat rendah. Bahkan, dapat terjadi jumlah produksi yang diterima jauh lebih sedikit daripada biaya pengelolaannya. Lahan ini tandus, gundul, dan tidak dapat digunakan untuk usaha tani karena tingkat kesuburannya sangat rendah atau mendekati nol. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis sebagai berikut.
- Erosi tanah yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah miring lainnya.
- Pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi, pengunungan, daerah miring, maupun di dataran rendah.
- Kekeringan, biasanya terjadi di daerah-daerah bayangan hujan.
- Genangan air yang terus-menerus seperti di daerah pantai yang selalu tertutup rawa-rawa.
- Pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi.
- Pencemaran, zat pencemaran (misal pestisida dan limbah pabrik) yang masuk ke lahan pertanian baik melalui aliran sungai maupun yang lain mengakibatkan lahan pertanian menjadi kritis. Jenis-jenis pestisida dapat bertahan beberapa tahun di dalam tanah sehingga mengganggu kesuburan lahan pertanian.
- Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya plastik. Plastik dapat bertahan ± 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kesuburan lahan pertanian.
- Luas lahan kritis di setiap provinsi di Indonesia cukup besar. Pada tabel berikut dapat diamati luas lahan kritis dan urutan prioritas rehabilitasi dan konservasi tanah pada tahun 2000.
Menurut Bintarto lahan kritis yang dibiarkan saja atau tidak segera diperbaiki, akan membahayakan kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, lahan kritis harus segera diperbaiki. Untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan oleh adanya lahan kritis tersebut, pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan, rehabilitasi, dan konservasi lahan-lahan kritis di Indonesia.
Upaya-upaya yang dilakukan
untuk memperbaiki lahan kritis, yaitu sebagai berikut.
a. Penghijauan dan reboisasi dilakukan
untuk daerah yang belum pernah menjadi hutan, sedangkan reboisasi untuk menahan
lahan gundul yang pernah menjadi hutan.
b. Melakukan reklamasi lahan bekas
pertambangan. Biasanya daerah ini sangat gersang maka harus dicarikan jenis
tumbuhan yang mampu hidup di daerah tersebut, misalnya pohon mindi.
c. Menghilangkan unsur-unsur yang dapat
mengganggu kesuburan lahan pertanian, misalnya
plastik. Berkaitan dengan hal ini, proses daur ulang atau recycling sangat diharapkan.
d. Memanfaatkan tumbuhan enceng gondok guna menurunkan zat pencemar yang ada pada
lahan pertanian. Enceng gondok dapat menyerap zat pencemar dan dapat
dimanfaatkan untuk makanan ikan. Namun, kita harus hati-hati mengelola enceng
gondok karena enceng
gondok sangat mudah
berkembang sehingga dapat mengganggu lahan pertanian.
e. Untuk mencegah besarnya erosi di
lahan miring, perlu dilakukan antara lain dengan pembuatan teras-teras, sistem
penanaman yang searah dengan garis kontur, atau ditanami
dengan tanaman penyangga.
f. Tindakan yang tegas kepada siapa saja yang melakukan kegiatan yang
dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis.
g. Pemupukan dengan pupuk organik atau
alami, yaitu pupuk kandang atau pupuk hijau.
h. Guna menggemburkan tanah sawah,
perlu dikembangkan tumbuhan yang disebut azola.
Telah
dijelaskan bahwa lahan potensial merupakan lahan yang produktif sehingga jika dikelola akan dapat memberikan
hasil yang tinggi.
Lahan potensial merupakan
sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Adapun yang
dimaksud sumber daya alam adalah
semua kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Kualitas sumber daya alam
yang ada pada suatu lahan dapat menurun jika manusia kurang memperhatikan aspek
kelestarian lingkungan. Supaya sumber daya alam dapat lestari, perlu dilakukan
pengolahan
secara hemat dan lestari sehingga dapat menunjang program pembangunan berkelanjutan. Program pembangunan berkelanjutan ialah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang
tanpa mengurangi kemampuan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Lahan potensial terdiri
atas lahan kering dan lahan basah. Lokasi lahan potensial tidak sama, ada yang
berada di dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah pantai.
Lahan-lahan potensial
sangat perlu untuk dijaga kelestariannya oleh setiap manusia. Oleh karena itu,
lahan ini harus dilestarikan. Usaha melestarikan lahan ini berkaitan erat
dengan usaha pengawetan tanah atau pengontrolan
erosi. Pada garis besarnya usaha pengawetan tanah dibedakan menjadi dua, yaitu dengan metode vegetatif dan
metode mekanik.
a.
Metode Vegetatif
Metode vegetatif ialah
metode pengawetan tanah dengan cara menanam vegetasi pada lahan yang
dilestarikan. Metode ini sangat efektif dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa
cara mengawetkan tanah melalui metode vegetatif, yaitu:
1)
buffering, yaitu penutupan lahan yang mempunyai kemiringan dengan tanaman keras;
2)
windbreaks, yaitu penanaman dengan tumbuhan secara permanen untuk
melindungi tanah dari tiupan angin;
3)
strip cropping, yaitu penanaman berjalur tegak lurus terhadap arah
aliran air atau arah angin; dan
4)
contour strip cropping, yaitu penanaman berjalur sejajar dengan
garis kontur guna mengurangi
dan menahan kecepatan aliran air,
menahan partikel-partikel
tanah yang terangkat oleh aliran permukaan.
b.
Metode Mekanik
Metode mekanik ialah metode
pengawetan tanah melalui teknik- teknik pengolahan tanah yang dapat
memperlambat aliran air.
Beberapa cara yang dilakukan pada metode ini antara lain:
1)
contour tillage, yaitu pengolahan tanah sejajar dengan garis kontur dan
membentuk igir-igir kecil yang memperlambat aliran air dan memperbesar
infiltrasi air;
2)
penerasan
atau terasering, yaitu
membuat teras-teras pada lahan yang miring guna memperpendek panjang
lereng dan memperkecil kemiringan lereng sehingga dapat menahan aliran air permukaan;
3)
pembuatan
pematang atau guludan dan
saluran-saluran air sejajar dengan kontur; dan
4)
pembuatan
check dam untuk membentuk aliran air
yang melalui parit-parit erosi sehingga material tanah yang terangkut tertahan
dan terendapkan.
1 komentar:
selin oktapiyani sudah
Posting Komentar